Salah satu titik lemah umat
Islam adalah dalam bidang ekonomi. Kita mengeluh terus ekonomi kita dikuasai
oleh asing dan aseng. Tapi kita tidak pernah serius untuk membenahi kelemahan
dan ketertinggalan kita.
Dunia pendidikan kita banyak
melahirkan lulusan tapi nyaris seluruhnya menjadi pencari kerja. Akhirnya
mereka bekerja pada asing dan aseng. Sehingga ekonomi dan bisnis asing dan
aseng bertambah besar. Sementara ekonomi kita naik sedikit karena kita hanya
jadi jongos mereka.
| Dr. Anwar Abbas, Ketua PP Muhammadiyah dan Sekjen MUI (sumber foto: twitter) |
Untuk itu dalam dunia
pendidikan kita harus dibiakkan virus entrepreneur atau intrapreneur agar para
lulusan kita itu menjadi orang-orang yang mandiri. Untuk itu saya punya saran
supaya minimal satu kali sepekan yang berdagang di kantin dan di halaman
sekolah kita itu bukan si abang-abang dan atau si mpok-mpok. Tapi anak-anak
didik kita.
KH AR Fachruddin bilang,
kalau engkau ingin anak-anak didikmu seperti yang engkau kehendaki maka
biasakanlah mereka dengan apa yang engkau kehendaki dan inginkan tersebut.
Kalau kita ingin anak-anak
didik kita menjadi lulusan yang maju ekonomi dan bisnisnya maka biasakanlah
mereka dengan kehidupan ekonomi dan bisnis tersebut.
Kalau mereka ingin menjadi
produsen dan distributor atau pedagang bantu mereka dalam mengembangkan
bakatnya. Jika ini kita lakukan maka 20 atau 30 tahun yang akan datang struktur
orang terkaya di negeri ini akan berubah.
Baca Juga: Hidden Curriculum Pesantren dan Korupsi
Kalau hari ini dari 10 orang
terkaya di negeri ini 9 orang non-Muslim. Padahal jumlah kita 90 persen.
Sementara mereka hanya 10 persen. Akibatnya apa yang terjadi? Kata Jefry
Winters dan Noam Chomsky yang akan menjadi penentu di suatu negeri itu bukan
para politisi, cendekiawan, atau tentara dan polisi, tetapi orang yang menguasai
sumber daya material di negara tersebut—di Amerika Serikat Yahudi dan di
Indonesia China.
Kenapa mereka? Karena
mereka-lah yang menguasai ekonomi dan politik. Kenapa mereka juga yang
menguasai politik? Karena politik kita politik transaksional. Ingin jadi
bupati, walikota, atau gubernur perlu duit.
Kita tidak punya duit
akhirnya minta-minta sama pemilik kapital. Apa akibatnya? Kita akan menjadi
tawanan dari pemilik kapital tersebut. Celakanya, karena ekonomi dan politik
sudah dalam tangan dan genggaman mereka, ingat kata-kata Milton Friedman. Bila
economic power dan political power sudah ada di satu tangan yaitu si pemilik
kapital yang super besar maka dia akan melahirkan rezim yang tiranik atau
dzalim.
Di mana hukum akan tajam ke
bawah dan tumpul ke atas. Dan itu sepertinya sudah tampak di negeri ini.
Mengapa fenomena itu bisa terjadi? Karena firman Tuhan sudah terlanggar. Dia
telah mengingatkan kita supaya menjauhi likayla
dulatan baynal aghniya tapi kita tdk menghiraukannya. Oleh karena itu kalau
ada hadits yang mengatakan uthlubul ilma walau bishshin tuntutlah ilmu meskipun
ke negeri China maka kita tidak usah pergi belajar ke Beijing atau ke Hongkong.
Kita belajar saja denga.China yang ada di negeri kita ini.
Baca Juga: Mari Menulis, Jangan Banyak Basa-basi!
Kita pelajari apa yang
mereka lakukan terhadap anak-anak mereka. Kok bisa suatu usaha yang mereka
bangun panjang umurnya dan semakin maju dan maju? Kakeknya mati dilanjutkan
oleh bapaknya. Bapaknya mati dilanjutkan oleh anaknya. Anaknya mati dilanjutkan
oleh cucunya. Cucunya mati dilanjutkan oleh cicitnya.
Kalau bagi kita tidak. Mati
bapaknya matilah usahanya karena anaknya jadi PNS dan jadi pejabat di
pemerintahan. Berapa gaji mereka? Jenderal Rudini ketika jadi Menteri Dalam
Negeri bilang kalau ada PNS anak buahnya yang punya rumah di Pondok Indah dan
hidupnya hanya dari PNS maka pasti dia korupsi.
Inilah yang harus menjadi
renungan kita. Jangan hanya ikut gendang yang ada tapi kita harus bisa
melakukan terobosan. Kurikulum kita harus disempurnakan agar kita bisa punya
SDM yang mampu mendorong umat Islam ini ke puncak kejayaannya kembali.
Dan salah satu upaya kita
adalah dengan menutup titik lemah kita umat Islam yaitu dalam bidang ekonomi
dan bisnis. Untuk itu kita harus serius mengurusi dan memajukan umat dalam
masalah ini. (*)
Kolom oleh Dr Anwar Abbas,
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Sekretaris Jenderal MUI.
Sumber:
pwmu.co diedit oleh Redaksi Muhammadiyah Online

