Beberapa kali bertemu dia di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Tahun lalu ketika saya menjadi bagian panitia Muktamar Pemuda Muhammadiyah, ia juga antusias untuk menyapa dan menghampiri. Kemarin, saya sempat bertemu dengannya, saat bertugas menjaga parkiran di utara Masjid KH Ahmad Dahlan komplek UMY.
Dalam rekam ingatan saya, Mas Pardiyono sempat berganti-ganti pekerjaan. Sebekum di UMY dia aktif di Pemuda Muhammadiyah ranting dan Cabang. Tetapi lebih banyak terlibat dalam kegiatan KOKAM. Sehingga ketika membuat permohonan surat keterangan aktif, langsung kami buatkan.
Ketika UMY membuka lowongan pekerjaan sebagai satpam dan juru parkir ia mendaftar dan alhamdulillah diterima. Sudah beberapa tahun ia mengabdi di UMY, dan dari cerita yang ia sampaikan, saya menangkap kesan cukup kerasan.
Ia adalah contoh, kader Muhammadiyah yang bekerja di Amal Usaha Muhammadiyah tetapi tidak lantas tinggal gelanggang dari giat persyarikatan. Ia masih menyempatkan waktu untuk terlibat dalam berbagai kegiatan Pemuda Muhammadiyah, KOKAM maupun Muhammadiyah di tingkatan ranting, cabang dan daerah.
Siang itu ketika kami jagongan di parkiran UMY, ia mendapat telepon dari Pak Samijo KOKAM senior yang tetap aktif hingga kini. Intinya, rembugan tentang personel KOKAM yang akan ikut upacara Peringatan HUT Kemerdekaan ke-74 Republik Indonesia. Karena banyak kader KOKAM yang juga bekerja di sektor formal yang mewajibkan ikut upacara sehingga seringkali kekurangan personel untuk ikut upacara.
Mas Pardi minta maaf ke saya (dan ini entah sudah berapa kali ia minta maaf jika tidak bisa ikut kegiatan karena tugas kantor) sambil menunjukkan surat dari UMY yang juga akan menggelar upacara di kampus. Meskipun begitu ia berkeinginan jika diizinkan, ia akan tetap ikut upacara di Kecamatan bersama KOKAM Cabang. Terlihat betapa ia tetap berkomitmen kepada persyarikatan.
Dalam bincang yang kami lakukan, ada cetusan ide yang menurut saya luar biasa terucap dari Mas Pardi. "Pak kalau bisa para pegawai yang bekerja di AUM yang berasal dari Cabang sekali waktu dikumpulkan, agar bisa saling mengenal dan berkontribusi untuk Muhammadiyah," begitu ucapnya dengan susunan kalimat yang saya sederhanakan.
Pemikiran yang lahir dari jiwa Muhammadiyah. Betapa tidak, ada banyak orang yang memiliki posisi lebih baik dari Mas Pardi di Amal Usaha Muhammadiyah, namun mereka justru tidak peduli dengan kegiatan persyarikatan. Jika menguntungkan datang, jika tidak menguntungkan hilang. Tetapi tidak demikian dengan Mas Pardi.
Jika karena alasan tak bisa hadir di kegiatan karena terbatas waktu. Tentu para pekerja AUM bisa berkontribusi melalui pemikiran atau sedekah harta. Namun tidak sedikit para pekerja AUM yang tidak mengetahui Ketua Cabangnya, apalagi kegiatan persyarikatan di tingkat Cabang dan Ranting.
Saya pun berusaha mencari jawaban yang pas. "Sebuah ide yang bagus Mas, kita coba sampaikan ke PCM."
Dalam penggal katanya yang lain ia mengungkapkan bahwa sekarang kemungkinannya untuk menjadi pegawai tetap UMY semakin tipis, karena adanya sistem semacam outsourcing yang dihandle perusahaan milik wilayah. Saya pun katakan, "Tetaplah bersyukur Mas, saya percaya UMY tidak akan mengabaikan para pegawainya."
Kami berbincang sembari menikmati nasi kotak yang dibagikan para mahasiswa. Ia sempat menyarankan saya untuk makan di tempat yang lebih nyaman, tapi saya katakan makan saja di sini meski pinggir jalan.
Semoga UMY dan AUM yang lain memberikan apresiasi kepada para pegawai yang tetap berkomitmen kepada persyarikatan seperti Mas Pardi.
Berharap catatan ini sampai ke Pak Rektor milenial-progresif. Kang Gunawan Budiyanto.
ESP || Tanggal 17 Bulan 8 Tahun 2019