Wali merupakan salah satu rukun akad nikah, berdasarkan nash-nash al-Qur’an dan al-hadis
Pertanyaan:
Siapa yang menjadi wali
nikah dari perempuan yang lahir diluar nikah, sekalipun ibunya telah melakukan
akad nikah yang sah dengan laki-laki yang menyebabkan kehamilannya itu, sewaktu
perempuan itu masih dalam kandungan?
Nurul Fa’izah, Malang
Jawaban:
Wali merupakan salah satu
rukun akad nikah, berdasarkan nash-nash al-Qur’an dan al-hadis sebagai berikut:
Artinya: “Nikahkan olehmu
(wali) wanita-wanita yang tidak bersuami dan hamba-hamba laki-laki dan
perempuan yang shaleh dari kalanganmu…” [QS. an-Nur (24): 32]
Artinya: “Dan janganlah kamu
(wali) nikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan beriman) sehingga ia
beriman…” [QS. al-Baqarah (2): 221]
Artinya: “Dari Abu Musa dari
bapaknya, ia berkata: Bersabda Rasulullah saw: ‘Tidak sah nikah kecuali dengan
wali’.” [HR. Ahmad, Abu Daud, at-Tirmizi, Ibnu Hibban dan al-Hakim serta
dinyatakannya sebagai hadis shahih]
Berdasarkan ayat dan hadis
di atas dapat ditetapkan bahwa wali merupakan rukun akad nikah. Dan dinyatakan
pula bahwa wali itu hendaklah seorang laki-laki, berdasarkan hadis:
Artinya: “Dari Abu Hurairah,
ia berkata: Bersabda Rasulullah saw: ‘Perempuan tidak boleh menikahkan (menjadi
wali) terhadap perempuan dan tidak boleh menikahkan dirinya’.” [HR.
ad-Daraqutni dan Ibnu Majah]
Dalam pada itu tidak
ditemukan nash yang menerangkan siapa saja yang boeleh menjadi wali dan
bagaimana urutannya; karena itu para ulama mengqiyaskannya kepada urutan wanita
yang menjadi mahram berdasarkan nasab (QS. an-Nisa’ (4) ayat 23), tetapi
dipandang dari pihak laki-laki. Dengan demikian urutan wali itu sebagai
berikut:
Bapak, kakek dan seterusnya
keatas.
Saudara laki-laki sekandung,
atau seayah.
Saudara bapak laki-laki
sekandung atau seayah
Anak dari saudara bapak
laki-laki sekandung atau seayah
Jika nomor 1 sampai dengan
nomor 4 tidak ada, maka yang menjadi wali adalah wali hakim, yaitu wali yang
diangkat oleh pemerintah, berdasarkan hadis:
Artinya: “Dari ‘Aisyah ra ia
berkata: Bersabda Rasulullah saw: ‘Wanita manapun yang melakukan akad nikah
tanpa izin walinya, maka nikahnya batal, maka nikahnya batal. Jika dalam
pernikahannya (yang batal itu) terjadi dukhul, maka wanita itu berhak mendapat
mahar karena penghalalan farajnya. Jika terjadi perbedaan pendapat yang tidak
dapat diselesaikan maka pemerintah (wali hakim) menjadi wali wanita yang tiadak
mempunyai wali’.” [Ditakhrijkan oleh empat imam hadis kecuali an-Nasa’i dan
dinyatakan shahih oleh Abu Awanah, Ibnu Hibban dan al-Hakim]
Dalam pada itu ditetapkan
bahwa anak yang lahir di luar nikah nasabnya dihubungkan kepada ibunya, berdasarkan
hadis-hadis berikut:
Artinya: “Dari Abu Hurairah,
bahwa Nabi saw bersabda: Anak itu bagi suami (yang telah telah melakukan akad
nikah yang sah dengan istrinya), bagi pezina itu hukumannya rajam.” [Muttafaq
alaihi]
Artinya: “Dari Amr bin
Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya berkata Rasulullah saw telah menetapkan
pada anak dari suami isteri yang telah melakukan li’an mewarisi ibunya dan
ibunya mewarisinya dan siapa yang menuduh isterinya berzina (tanpa bukti)
dijilid 80 kali.” [HR. Ahmad]
Berdasarkan kedua hadis di
atas dapat ditetapkan bahwa anak yang lahir diluar nikah yang sah, maka
nasabnya dihubungkan kepada ibunya. Hal ini berarti bahwa anak perempuan yang
saudara tanyakan itu tidak mempunyai wali nasab. Bagi perempuan yang tidak
mempunyai wali nasab, maka yang menikahkannya adalah wali hakim, berdasarkan
hadis yang telah ditulis di atas yang sebagian lafaznya berbunyi:
Artinya: “Jika terjadi
perbedaan pendapat yang tidak dapat diselesaikan maka pemerintah (wali hakim)
menjadi wali bagi perempuan yangtidak mempunyai wali.”
Hukum di atas sesuai pula
denga hukum yang berlaku di Indonesia, yaitu bab ketiga pasal 19 Kompilasi
Hukum Islam Indonesia, yang menyatakan wali nikah dalam perkawinan merupakan
rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk
menikahkannya. Pasal 20 ayat 2 menerangkan bahwa ada dua macam wali, yaitu wali
nasab dan wali hakim. Pasal 23 ayat 1 menyatakan bahwa wali hakim bertindak
sebagai wali nikah bila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya
atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau ghaib atau enggan.
*Fatwa ini pernah dimuat di
Majalah Suara Muhammadiyah No.20 Tahun 2003
Sumber: tarjih.or.id

