Yogyakarta — Merujuk data yang dirilis oleh Bidang Data Informasi dan Pengaduan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam rentang waktu 2011 sampai 2018, pengaduan anak yang masuk dalam klaster keluarga dan pengasuhan alternatif tercatat sebanyak 5.618 pengaduan. Pengaduan kekerasan anak dalam rumah tangga berada di posisi kedua setelah aduan anak berhadapan hukum.
Meski Indonesia telah memiliki Undang-Undang Perlindungan Anak dan Lembaga Khusus yang melindungi anak, namun tren kasus kekerasan terhadap anak masih cenderung meningkat. Maka, tugas perlindungan terhadap anak Indonesia tidak bisa hanya diserahkan kepada Lembaga dan Pemerintah. Namun orangtua, keluarga dan lingkungan sosial harus berperan aktif dalam memangkas angka kekerasan terhadap anak Indonesia.
Kekerasan terhadap anak, termasuk didalamnya adalah membentak akan mengganggu sistem saraf yang ada di otak anak. Margot Sunderland, Psikolog dan Psikoterapis anak dari Inggris mengatakan racun stres dapat menyebabkan masalah dalam belajar, perilaku, kesehatan fisik dan mental seumur hidup anak tersebut. Stres jangka panjang, menurutnya sangat merusak tubuh manusia secara keseluruhan dan dapat memiliki efek yang sangat kuat terhadap otak muda.
Berkaca dari hal tersebut, diperlukan pola asuh anak atau parenting yang sesuai dan manusiawi, serta mampu diterapkan oleh semua orang tua maupaun orang tua asuh anak terhadap anak-anaknya. Sehingga keberlangsungan dan kebaikan aset bangsa, yang berupa anak bisa tetap baik dan bermartabat.
Dalam kaitan pola asuh anak ini, roll model yang bisa kita rujuk dan bisa direaktualisasi dengan mudah adalah pola asuh yang dilakukan oleh Abdul Razak (AR) Fazhruddin. Ketua Umum yang paling lama memimpin PP Muhammadiyah ini selain dikenal sebagai seorang yang zuhud, juga merupakan kepala rumah tangga yang sederhana namun tetap memiliki wibawah di mata anak-anaknya.
Meski dikenal sebagai sosok yang zuhud dan sabar, pak AR bisa dikatakan jarang sekali kelihatan marah kepada orang lain. Meskipun demikian bukan berarti Pak AR tidak pernah marah, namun marahnya Pak AR itu beda. Seperti yang disampaikan oleh Fauzi AR, salah satu Putra dari Pak AR Fakhruddin. “Le, minggirlah kesana bapak mau marah” turur Fauzi menirukan Pak AR.
Hal itu dilakukan Pak AR kepada anak yang harusnya kena marah untuk di suruh pergi. Ajaran tersebut juga diberlakukan oleh anak-anaknya yang sudah berkeluraga, Zahanah AR, putri Pak AR juga pernah kena tegur karena memarahi anaknya didepan Pak AR. “Wong due anak kok mung diseneni wae (punya anak kok dimarahi saja).” Kata Pak AR pada Zahanah waktu itu. Pak AR kemudian setelah itu menjelaskan bahwa, kalau anak salah itu sebaiknya diberitahu kesalahannya, dan diberitahu bagaimana yang seharusnya.
Selain itu, Pak AR juga sering mengajarkan pentingnya berbagi. Berbagi merupakan cara yang baik untuk menekan sifat egoisme yang dimiliki oleh anak-anak. Suatu ketika, menurut penuturan Sukriyanti AR, Pak AR selalu memberikan uang lebih banyak kepada anaknya untuk kepentingan sedekah atau beramal, dan kepentingan agama lainnya. Namun berbanding terbalik jika memberikan uang untuk keperluan keseharian.
“Kalau jum’atan anak-anak itu selalu dikasih uang untuk menabung (sedekah di kotak Masjid). Dan jumlahnya selalu lebih banyak dari uang saku sekolah yang diberikan. Misalnya, jika untuk uang sedekah Jum’atan Rp. 1000, tapi uang untuk sakunya hanya Rp. 100.” Ungkap Sukriyanto
Ketua Umum PP Muhammadiyah ke-10 ini menekankan kepada anak-anaknya untuk berlaku hidup sederhana dan mengedepankan moral, terkait hal ini Pak AR sering menyampaikan seusai sholat tahajjud. Dan untuk mendisiplinkan anak-anaknya, Pak AR sering mengadakan sholat tahajjud bersama, lalu setelah itu beliau berpesan beberapa hal untuk dijadikan pelajaran hidup bagi anak-anaknya.(a’n)
Sumber: muhammadiyah.or.id